صبح خیزی و سلامت طلبی چون حافظ
هر چه کردم همه از دولت قرآن هستم
Hafez selalu mendamba fajar dan keselamatan
Apa yang kulakukan, seluruhnya terinspirasi dari Quran
(Divan-e Hafez, Ghazal 319)
Akhir Februari 2011, hujan baru saja reda setelah mengguyur pelataran kompleks penyair Hafez. Terlihat sebuah keluarga berdiri di samping pusara Hafez sambil merapal doa-doa dengan khidmat. Bagi masyarakat Iran, Hafez tak hanya seorang penyair biasa, ia adalah ruh kebudayaan yang selalu membersamai dalam perayaan-perayaan penting, seperti malam Yalda dan Nowrooz atau tahun baru. Divan-e Hafez, buku kumpulan syair-syair Hafez bisa ditemui hampir di setiap rumah. Bahkan, mereka juga menggunakan Divan-e Hafez untuk istikharah. Siapakah sebenarnya Hafez yang namanya begitu harum dalam kesusastraan Persia?
Hafez dan Kecintaan pada Quran
Hafez penyair abad ke-14 ini memiliki nama lengkap Shamsoddin Mohammad Hafez Shirazi. Ia lahir dan tumbuh di Shiraz, sebuah kota yang dihiasi taman-taman indah. Shiraz melahirkan banyak seniman dan sastrawan, sampai saat ini dikenal dengan sebutan kota penyair. Julukan “Hafez” sendiri diberikan lantaran ia adalah seorang penghafal Alquran.
Hafez tidak Hanya hafal Alquran, tetapi juga menjadi pengajar Quran, qari, dan mendalami tafsir Quran. Dalam Ghazal ke-94, Hafez menyebutkan kalau dirinya membaca Alquran dengan berbagai qiraah. Situasi sosial-keagamaan saat itu memang mendorong Hafez untuk mencintai Alquran. Kesaksian Ibnu Batutah yang melakukan perjalanan ke kota Shiraz pada abad ke-14 mencatat bagaimana semangat penduduk Shiraz dalam mempelajari Alquran.
Hafez dalam salah satu bait syairnya memberikan pengakuan: “Hafez selalu mendamba fajar dan keselamatan, apa yang kulakukan, seluruhnya bersumber dari Quran”. Kecintaan-nya pada Quran memberikan nafas pada setiap Ghazal-nya. Mostafa Badkoobei Hazavei, salah seorang sastrawan Persia melakukan penelitian signifikasi pengaruh Alquran dalam syair-syair Hafez.
Menurut Badkoobei, pengaruh itu tidak hanya dalam bentuk kandungan makna, bahkan terkadang Hafez juga mengutip langsung redaksi ayat Alquran dalam puisinya. Misalnya, dalam Ghazal ke-251, ketika Hafez menceritakan tentang keindahan malam-malam munajat penuh cinta, ia mengutip ayat Alquran surat Al-Qadr ayat 5 “سلام هی حتی مطلع الفجر”
Devan-e Hafez yang Menginspirasi Dunia
Hafez adalah penyair yang selektif dan menjaga kualitas dalam menuliskan puisi. Divan-e Hafez yang berisi 500 Ghazal ditulisnya selama 50 tahun atau setiap tahun Hafez hanya menulis 10 syair. Syair Hafez memiliki pilihan diksi yang sepadan dan indah, dengan kandungan makna yang romantik, mistik, dan penuh harapan. Kritik sosial ia lakukan dengan sangat halus di antara bait-bait dalam Ghazalnya.
Banyak sastrawan Persia menyebutkan, Hafez telah membawa syair jenis Ghazal pada puncak kejayaannya. Ghazal sendiri merupakan jenis puisi yang bertema cinta dan jumlah baitnya tidak terlalu banyak. Semasa hidupnya, Hafez tidak pernah membukukan karyanya, naskah Divan-e Hafez baru diterbitkan 22 tahun setelah kepergian Hafez, oleh Muhammad Gulandam.
Selain disanjung di negeri kelahirannya, syair-syair Hafez juga telah dikenal di seluruh dunia dan diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Di Asia, selain Urdu, Arab, dan Turki, syair Hafez juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa China dan Jepang. Sayangnya, di Indonesia syair Hafez hanya dikenal melalui artikel-artikel pendek dan belum diterjemahkan secara utuh.
Pengaruh puisi Hafez juga merambah hingga ke dataran Eropa. Johann Wolgang von Goethe (1877-1938), merupakan salah seorang sastrawan Jerman yang amat mengagumi Hafez. Perkenalan Goethe dengan Hafez melalui Divan-e Hafez yang diterjemahkan oleh Joseph von Hammer. Pada tahun 1819, Goethe menerbitkan kumpulan puisi yang terinspirasi oleh Hafez “West-Eastern Diwan”. Bab kedua dari buku ini berjudul “Hafisnameh”, berisi puisi-puisi tentang Hafez, mistisme, dan cinta.
Dalam salah satu pernyataanya, Goethe pernah menyanjung Hafez sedemikian tinggi: “Seandainya seluruh dunia hancur. Hafez bersamamu, hanya bersamamu. Aku ingin bertanding denganmu. Berbagi suka dan duka bersamamu. Karena engkau menghadiahkan kepadaku cinta, minuman menyegarkan, dan kehidupan.”
Ya, meski Hafez telah delapan abad berjarak dengan kita, tapi pesan-pesan cinta dan kemanusiaannya tetap hadir melalui syair-syairnya. Pesan yang sejatinya bersumber dari Alquran, tempat Hafez melabuhkan segala kerinduannya. Dalam penutup Ghazal ke-255, Hafez menyuarakan isi hatinya: “Jika derita datang dan dalam malam kau karam. Hafez, ambil Quran dan bacalah. Usah berduka!”
Afifah Ahmad