Senin, Oktober 13

Hafez: Dari Duka menuju Cahaya

Keterangan gambar: Lukisan Penyair Hafez oleh Farshician

Tanggal, 12 Oktober bertepatan dengan (20 Mehr), 

diperingati sebagai Hari Hafez.

Hari untuk mengenang seorang penyair

yang menyalakan cinta di hati dunia.

Mari kita dengarkan kembali bisikan jiwanya —

Berabad-abad yang lalu, di kota Syiraz,

hidup seorang lelaki yang berbicara dengan langit.

Namanya Hafez

penyair yang menulis dengan hati yang mencintai Tuhan.

Orang mengenalnya sebagai penghafal Al-Qur’an,

namun yang sebenarnya ia hafal

adalah irama cinta

yang tersembunyi di balik setiap ayat suci.

Namun hidupnya tak selalu terang.

Ia pernah tinggal di pondok kesedihan,

menyulam sabar dari luka yang panjang.

Dan di usia senja, ia menulis:

این که پیرانه‌سَرَم صحبتِ یوسف بنواخت

اجرِ صبریست که در کلبهٔ احزان کردم

“Bahwa di usia tuaku, Yusuf sudi berteman denganku —

itulah ganjaran dari sabar yang kutanam di pondok dukaku.”

Bagi Hafez, Yusuf melampaui sosok sejarah,

Ia simbol keindahan Ilahi.

Hafez belajar bahwa setiap air mata

adalah langkah kecil menuju pertemuan dengan Tuhan.

Lalu ia berkata lagi:

صبح‌خیزی و سلامت طلبی چون حافظ

هر چه کردم همه از دولتِ قرآن کردم

“Bangun pagi dan mencari keselamatan — begitulah aku, Hafez.

Segala yang kulakukan adalah karunia dari Al-Qur’an.”

Puisi baginya bukan pelarian dari iman,

melainkan jalan pulang menuju-Nya.

Dan ketika dunia memujinya,

ia tersenyum kecil dan berbisik:

گر به دیوانِ غزل صدرنشینم چه عجب؟

سال‌ها بندگیِ صاحبِ دیوان کردم

“Jika kini aku duduk di takhta para penyair ghazal,

jangan heran — bertahun-tahun aku telah mengabdi

pada Sang Pemilik Diwan.”

Pada Hari Hafez ini,

mari kita ingat:

bahwa dari duka lahir kebijaksanaan,

dan dari cinta — lahir cahaya yang tak pernah padam.

Selamat Hari Hafez,

untuk setiap hati yang masih percaya

bahwa kata bisa menjadi doa,

dan puisi bisa menjadi jalan menuju Tuhan.