Sabtu, Desember 14

Mengapa Harus Membaca Majalis Sab’ah?

Kitab ini memuat tujuh khotbah dengan porsi yang berbeda-beda di tiap khotbahnya. Khotbah pertama memuat porsi yang cukup besar, nyaris setengah isi buku. Karena itulah, sebagai penerjemah, saya berinisiatif untuk memberikan judul-judul kecil dengan niat untuk memudahkan pembacaan. Selain itu, saya juga membubuhkan catatan kaki untuk menjelaskan beberapa diksi dan istilah yang barangkali belum populer di kalangan pembaca Indonesia. Lalu, apa keunggulan kitab ini, bukankah puncak pemikiran Rumi terangkum dalam kitab Matsnawî Ma’nawî serta Divan-e Shams?

Pertama, barangkali memang benar, dua kitab tersebut merupakan hasil akhir dari perjalanan Rumi. Namun yang perlu diingat, hasil itu tidak akan pernah ada tanpa melalui proses yang panjang. Kitab ini, bisa menjadi salah satu cara kita memahami bagaimana Rumi berproses, bagaimana ia melewati tahapan keagamaannya. Menurut pakar pemikiran Rumi, kitab ini merupakan pengantar yang baik untuk memahami secara lengkap ide dan cerita dalam kitab Matsnawî Ma’nawî.

Kedua, pemikiran Rumi sering kali dibaca secara parsial, quotes-nya membanjiri lini sosial, kita mungkin bahkan lebih mengenal Rumi sebagaimana yang didemonstrasikan oleh para orientalis. Tentu saja itu tidak salah, bahkan menunjukkan bahwa pemikiran Rumi memang melampaui agama tertentu. Tetapi, yang perlu ditegaskan, Rumi sendiri lahir dan besar dari rahim masyarakat muslim yang tentu punya pandangan dunia dan konteks syariatnya sendiri. Kitab ini, akan membawa kita untuk mengenal pemikiran Rumi secara orisinal yang barangkali tidak banyak diungkap dalam buku-buku popular tentang Rumi.

Ketiga, posisi penting kitab Majalis Sab’ah ini dalam kajian literatur dan sastra Persia, bahkan sampai hari ini masih menjadi salah satu referensi mata kuliah Prosa Sufistik. Mengingat, kitab ini sendiri memiliki keindahan bahasa dan pemilihan diksi yang kaya. Meskipun telah dialihbahasakan, namun jejak keindahan sastrawi ini masih dapat kita rasakan pada bagian munajat, kutipan-kutipan puisi, bahkan juga pada beberapa ungkapan yang muncul di tengah-tengah pembahasan.

Keempat, sebagai sebuah teks yang berangkat dari kumpulan khotbah, tentu saja kitab ini tidak akan mengajak pembacanya untuk mendalami sebuah tema tertentu, namun menyuguhkan pesan-pesan langit yang dikemas dengan retorika indah nan santun. Setiap khotbah atau majelis selalu dimulai dengan munajat yang syahdu. Membaca setiap munajat ini, membuat kita seolah tengah dibimbing, seperti seorang pecinta yang merayu kekasihnya. Dalam setiap khotbah, Rumi juga memperkaya aforismenya dengan kisah-kisah, yang tak  jauh berbeda dengan metode penulisan Matsnawî, yaitu memunculkan kisah di dalam kisah. Ditambah lagi dengan pesan-pesan hikmah dan syair-syair sufistik yang bertaburan di tiap Majelis, yang menurut saya menjadi satu keistimewaan tersendiri sekaligus menjadi ciri khas dalam khotbah-khotbah Rumi ini.

Kelima, meskipun jejak-jejak ayat Al-Quran banyak kita jumpai dalam Matsnawî  sehingga melahirkan kitab berjudul Al-Qur’an dan Matsnawî . Namun, dalam Majalis Sab’ah ini, kita akan dibuat tercengang dengan cara Rumi memberikan referensi ayat-ayat Al-Quran. Kita seperti disuguhkan tafsir al-Qur`ân bil-Qur`ân. Bahkan di beberapa bagian, Rumi mengakhiri setiap kalimatnya dengan membuat korelasi diksinya dan ayat Al-Quran. Hal ini menunjukkan ayat-ayat tersebut memang telah sedemikian melekat di dalam jiwa Rumi.  

Keenam, Kitab Majalis Sab’ah ini membenarkan pengakuan Franklin D. lewis yang menyebutkan, kerinduan spiritualitas Rumi berangkat dari keinginannya yang kuat untuk mengikuti Nabi Muhammad saw.  karena di setiap khotbah, Rumi memulai pujian yang cukup panjang kepada Rasulullah saw. dengan pilihan diksi yang indah dan sanjungan yang mendalam. Demikian juga ketika Rumi akan menjelaskan salah satu hadis Nabi Muhammad saw., penjelasan tersebut kerap diawali dengan kalimat-kalimat persembahan untuk Sang Rasul.

Tentunya, masih banyak lagi suguhan yang dapat dinikmati dalam buku ini. Harapannya, semoga para pembaca juga merasakan kenikmatan dan keindahan hikmah-hikmah yang bertebaran di setiap Majelis dalam buku ini. Kendati, sepenuhnya saya menyadari bahwa proses alih bahasa terkadang menyisakan celah saat berupaya mengawinkan diksi dan makna secara sempurna. Tapi setidaknya, buku yang hadir di tangan pembaca ini telah melalui usaha yang sungguh-sungguh dengan hasil terbaik yang bisa diupayakan.