24MeiNo Comments
3MeiNo Comments
Gerakan Semesta adalah Gerakan Cinta
Angin Musim semi datang hadirkan nyanyian berirama,
menebar senyum semesta, mengusap luka di musim lama.
Matahari, bulan, dan gemintang seluruhnya bergerak,
maka, gerakanlah jiwamu mengiringi semesta.
Seluruh partikel dalam dirimu juga bergerak dan berkata:
Jika kau menginginkan jiwa yang gembira. Bergeraklah!
Sentuhan kelembutan-Nya, mengubah ular menjadi kawan,
menyulap duri dan bunga hidup bersahabat.
Baru saja kuncup ruhanimu sedikit mengembang,
para penghuni langit sibuk menjulurkan anak tangganya.
Berkat kasih-Nya, dengan hanya sedikit tarian spiritual,
penduduk langit telah menyambut dengan suka cita.
Daun ibarat lisan dan buah-buahan adalah hati,
Dorongan yang berangkat dari hati akan mengindahkan lisan.
...
29MarNo Comments
Mengapa Kita Berdoa, Jika Tuhan Tahu Semua Rahasia?
Tuhan berfirman: Meski Aku tahu semua rahasiamu
Namun segeralah kau ungkapkan segala keinginanmu
(Rumi, Masnawi, jilid 1 bait 60)
Dengan mungutip alquran surat Ghafir ayat 60 (Berdoalah kepadaku, maka aku akan mengabulkanmu), Rumi mengingatkan kepada kita, meskipun Tuhan mengetahui segala rahasia kita, tapi tetap mengajak hambanya untuk melafalkan segala hajat yang tersimpan.
Mungkin terbersit dalam benak kita, kenapa sih mesti diungkapkan?
Menurut Rumi, melalui pengulangan lisan, hati akan menjadi mantap. Mungkin ya, dalam bahasa kekiniannya, kita seperti sedang curhat langsung sama Allah, meski hajat kita belum terkabul, tapi hati kita sudah merasa lega.
Doa itu sendiri nutrisi penting bagi ruh, ibarat makan dan minum bagi tubuh. Tapi, seringkali kita hanya berdoa ...
22MarNo Comments
Ngaji Rumi: Antara Diogenes, Rumi, dan Puasa
Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian lusuh, menebarkan butiran pasir di atas jembatan yang penuh tumpukan es, sisa salju semalaman. Kondisi jembatan jadi tidak terlalu licin dan orang-orang bisa melintas dengan lebih nyaman. Di lain musim, ia mengambil adukan semen dan pasir untuk menambal lubang-lubang kecil yang meleleh akibat sengatan matahari musim panas. Atau pernah juga saya melihatnya sedang menyapu di pinggiran jembatan.
Awalnya, saya mengira lelaki itu adalah petugas kota yang tidak berpakaian seragam. Namun ternyata sehari-hari, ia memang tinggal di sudut jembatan. Di pagi buta, saya pernah memergokinya sedang tertidur lelap bersandar pada sebuah ransel. Hampir tiap hari saya melewati jembatan itu, rute rumah-kampus, membuat saya mulai mengamati sosok lelaki misterius...
15MarNo Comments
Ngaji Rumi: Belajar dari Para Pelukis Yunani
Alkisah, sekelompok orang China dan Yunani berdebat tentang siapa yang paling mahir dalam melukis. Keduanya saling beradu argumen. Raja yang berkuasa saat itu, menantang kedua kelompok untuk membuktikan perkataan mereka dengan melangsungkan lomba lukis. Lomba diadakan di tempat yang sama, masing-masing peserta menempati ruang yang memiliki pintu saling berhadapan. Mereka bekerja di ruang masing-masing yang disekat oleh tirai.
Para pelukis China mulai mempersiapkan berbagai bahan terbaik, ia miminta pada raja untuk menyediakan seratus warna. Mereka mulai mengeluarkan segala kemahirannya dalam melukis. Sedangkan di kubu pelukis Yunani, tak terlihat pergerakan yang berarti. Mereka hanya sibuk membersihkan dinding kaca dengan seksama. Ketika keduanya telah selesai dengan pekerjaa...
8MarNo Comments
Menemukan Rumi dalam Puisi Sohrab Sepehri
Hidup tidak pernah kosong…
ada kasih sayang,
ada apel,
ada iman.
Ya, selama bunga shaghayegh (Anemone) masih merekah
hidup akan terus berjalan…
(Sohrab, Sepehri)
Puisi di atas begitu popular di tengah masyarakat Iran. Nama Sohrab sudah sering saya dengar, bahkan secara tidak sengaja saya pernah juga mengunjungi makamnya yang berada di kota Kashan. Ya, tidak sengaja, karena makamnya memang berada di area komplek seorang ulama yang saat itu saya ziarahi.
Setelah bertahun lamanya, nama Sohrab kembali saya akrabi di kelas “Sastra Kontemporer Persia”. Ketika larik-larik puisinya dibacakan di ruangan, saya merasakan ada yang terhenyak di kedalaman sana. Apalagi, saat mendaras perjalanan hidupnya. “Ah…dia memang bukan penyair biasa”, begitu hati kecil saya bersu...
28SepNo Comments
Mustafa, Menyatukan Umat dengan Cinta
Lukisan Farshician
Dalam naungan cahaya Mustafa
dendam masa lalu menjadi sirna
Ia persaudarakan kaum yang bertikai
laksana butiran anggur dalam satu tangkai
(Matsnawi, juz 2, bait 3714-3715)
Sungguh indah Rumi melukiskan salah satu berkah kehadiran Rasulullah SAW sebagai pemersatu umat. Konteks puisi yang ditulis Rumi dalam kitab Matsnawi ini kembali pada salah satu fase sejarah menjelang hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke kota Madinah. Sejarah mencatat, di Madinah pra Islam, ada dua kabilah terkemuka, yaitu Aus dan Khazraj yang meskipun berasal dari satu rumpun tetapi mereka selalu bertikai dan berperang. Berbagai upaya pernah dilakukan untuk meredakan pertikaian tersebut, tapi tak pernah berhasil. Sampai akhirnya datanglah sosok Rasul mempersaudarakan kembali merek...
15SepNo Comments
Jangan Mendahului Takdir
Alkisah, ada salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang sadang sakit keras, Rasul lalu mengajak para sahabat lain untuk menjenguknya. Dari keterangan orang terdekat, si sakit terus mengaduh dan meraung menahan rasa sakit. Begitu mengetahui Rasul datang, ia berusaha tegar, meski tak dapat menyembunyikan rasa sakitnya. Rasul bertanya kepadanya: “Apakah Anda berdoa sesuatu yang menyebabkan seperti ini?” Setelah mengingat-ingat, akhirnya ia bercerita: “Setelah saya bertaubat dan menjadi pengikut Anda, saya berdoa kepada Tuhan, jika saya berbuat dosa, berilah sangsi di dunia ini agar kelak selamat di akhirat”. Nabi yang mulia kemudian memberikan nasihat kepadanya agar tidak lagi berdoa demikian. Kata Nabi “Mintalah kebaikan di dunia maupun di akhirat”.
Kisah ini disampaikan secara pan...
6Sep2 Comments
Potret Asyura dalam Puisi Rumi: Analisis Ghazal 2707
Gambar: lukisan Farshician
Peristiwa Karbala sejatinya memang milik seluruh umat Islam dari kelompok dan mazhab apapun. Hampir seluruh sejarawan yang menulis sejarah Islam, tidak melewatkan untuk mencatat tragedi Karbala. Bahkan peristiwa ini telah merembas dalam banyak karya sastra, termasuk syair dan puisi. Banyak penyair yang turut mengungkapkan ekspresi dukanya lewat puisi, tak terkecuali Jalaluddin Rumi, penyair legendaris yang puisi-puisinya telah memberi harapan pada dunia.
Rumi melalui puisinya baik dalam Matsnawi maupun Divan-e Shmas banyak menyebut tragedi Karbala. Setidaknya ada tiga Ghazal yang langsung berhubungan dengan peristiwa Asyura ini, yaitu ghazal ke 230, 338, dan 2707. Dalam ghazal 230 digambarkan simbolisasi bahwa Husein ibarat “del” atau cinta dan Yazid seper...
25AguNo Comments
Ghazal 214: Dari Perjalanan Ufuqi menuju Perjalanan Anfusi
Mengapa puisi Rumi begitu dicintai berbagai kalangan, tua-muda tanpa kenal Batasan? Tentu selain pilihan diksinya yang indah dan menyentuh sisi terdalam manusia, pesan-pesannya juga selalu relate dengan persoalan hidup, bahkan sampai hari ini. Misalnya, Ghazal 214 ini yang berbicara tentang pentingnya ‘bergerak’ dan melakukan perjalanan.
Rumi memulai bait-bait pertama dengan menunjukkan beberapa contoh di alam, melalui gerakan yang dilakukkannya, mereka memberikan kebermanfaatan bagi semesta; matahari yang berotasi, air yang mengalir, udara yang berhembus, bahkan api yang menjilat. Nampaknya, ilustrasi sederhana ini untuk mengantarkan kita pada pemahaman yang lebih jauh lagi tentang keberhasilan orang-orang besar yang dihasilkan melalui pergerakan dan perjalanan panjang.
T...